Kisah Penuh Makna PMM: Menyelami Keberagaman dan Menemukan Pengalaman Baru di Bumi Sriwijaya

Pertukaran Mahasiswa Merdeka 4 Universitas Sriwijaya telah selesai pada tanggal 4 Juni 2024. Pada hari itu, setiap mahasiswa sudah kembali beranjak ke kotanya masing-masing. Namun, kenangan dari setiap perjalanan yang telah dilewati adalah memori abadi bagi setiap mahasiswa yang terlibat di dalamnya.

Saya adalah salah satu mahasiswa yang beruntung berada di sini, di tempat yang sama dengan 252 mahasiswa hebat dari seluruh penjuru negeri.

Kilas Balik PMM 4 Universitas Sriwijaya

Pada tanggal 15 Januari 2024, saya mulai menapakkan kaki yang penuh harapan ini di Bumi Sriwijaya. Awalnya sangat berat rasanya meninggalkan segala kemudahan akses yang ada di Pulau Jawa untuk berjuang hidup di sini.

Sekadar informasi, Mahasiswa Inbound Unsri ditempatkan di Kampus Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, yang mana akses kepada semua hal di sini tak semudah di Kota Palembang.

Kampus Universitas Sriwijaya Indralaya juga merupakan salah satu kampus terbesar di Indonesia bahkan se-Asia Tenggara, dengan jumlah lahan ± 721 hektare. Maka dari itu, untuk pergi dari satu tempat ke tempat lainnya cukup memakan waktu dan tenaga, contohnya dari asrama mahasiswa ke gerbang depan atau sering disebut landmark Unsri yang berjarak sekitar 3 kilometer dengan waktu tempuh 15-20 menit.

Kondisi cuaca dan suhu di sini hampir setiap hari sangat panas, yang menyebabkan saya mengalami culture shock karena datang dari wilayah Jawa Barat.

Festival Budaya PMM 4 UNSRI

Namun, dengan segala dinamika yang ada, berdamai dengan keadaan adalah satu-satunya hal yang bisa saya lakukan pada saat itu. Lagi pula, tak semua orang bisa mendapatkan kesempatan seperti ini. Dari hari itu, saya mulai mencoba menikmati setiap detik perjalanan dan pengalaman yang ada di sini.

Minggu pertama bulan Februari, kami sudah tergabung dengan kelompok modul nusantara masing-masing. Kelompok yang dalam alur cerita ini akan saya sebut sebagai rumah kedua dalam perjalanan cerita saya di Bumi Sriwijaya ini. Kami sepakat menamai kelompok ini dengan nama Segentar Alam.

Segentar Alam sendiri merupakan nama dari seorang raja atau tokoh legendaris dalam sejarah dan budaya Palembang, Sumatera Selatan. Namanya sering dikaitkan dengan mitos dan cerita rakyat setempat.

Berdasarkan cerita yang ada, Raja Segentar Alam adalah seorang raja yang memerintah wilayah Palembang pada masa lalu. Kisahnya banyak diceritakan dalam bentuk folklore, legenda, dan sejarah lisan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Bersama kelompok ini, saya menyelami kebudayaan dan menemukan pengalaman-pengalaman baru di Tanah Sriwijaya.

Empat bulan bersama, kami mengunjungi banyak tempat bersejarah di Palembang. Dari kegiatan Modul Nusantara 1 hingga 16, berbagai cerita telah kami lewati bersama dengan keberagaman yang berbeda dari setiap tempatnya.

Menyelami Kebudayaan di Tanah Sriwijaya

Beberapa tempat yang kami kunjungi memiliki cerita tersendiri, namun ada beberapa tempat yang akan selalu saya ingat perjalanannya dan kenangannya selama berkelana di kota yang terbelah oleh Sungai Musi ini.

Sub Modul Nusantara: Jembatan Ampera

Yang pertama adalah Jembatan Ampera. Ini adalah suatu mahakarya arsitektur yang melintasi Sungai Musi. Ampera adalah lambang kemegahan dan kebanggaan Palembang serta Sumatera Selatan.

Saat sore hari atau waktu senja tiba, jembatan ini selalu memancarkan kemilau keemasan dari pantulan matahari yang terbenam, seolah menyambut malam dengan sentuhan magis yang menenangkan jiwa. Pilar-pilarnya yang menjulang tinggi berdiri kokoh seperti penjaga setia yang mengawasi aliran sungai yang tiada henti.

Dibangun pada era 1960-an, Jembatan Ampera bukan sekadar penghubung antara seberang ulu dan ilir di Kota Palembang, tetapi juga saksi bisu perjalanan waktu. Beton dan baja dengan setiap garis dan lengkungannya mengisahkan cerita tentang kenangan, cinta, dan harapan kami selama berkelana di kota ini.

Selanjutnya adalah Pulau Kemaro, jaraknya dari Jembatan Ampera berkisar 6 kilometer. Dengan menggunakan perahu kecil, kami melintasi Sungai Musi untuk melakukan kegiatan Modul Nusantara pada saat itu.

Pulau Kemaro, sebuah pulau kecil di tengah Sungai Musi, Palembang, adalah tempat yang sarat dengan legenda dan keindahan budaya. Pulau ini terkenal dengan Pagoda Sembilan Lantai yang megah, berdiri kokoh sebagai simbol keberagaman di Sumatera Selatan.

Di antara pepohonan hijau dan suasana yang tenang, terdapat makam Putri Siti Fatimah dan Tan Bun An, sepasang kekasih yang kisah tragisnya melegenda di hati masyarakat setempat.

Setiap tahun, Pulau Kemaro menjadi pusat perayaan Cap Go Meh, ketika ribuan umat Tionghoa dan pengunjung dari berbagai daerah datang untuk berdoa dan merayakan bersama. Di malam hari, lentera-lentera yang tergantung menerangi pulau, menciptakan pemandangan yang memukau dan magis.

Pulau Kemaro bukan hanya tempat wisata religi, tetapi juga simbol persatuan dan toleransi, di mana sejarah, budaya, dan spiritualitas berpadu dalam harmoni yang indah.

Selain cerita unik dan keindahannya, Pulau Kemaro juga menyimpan cerita kelam dalam sejarah Indonesia. Konon katanya, tempat ini merupakan salah satu tempat yang dijadikan kamp tahanan dan pembantaian PKI di Pulau Sumatera.

Sangat beruntung rasanya bisa menginjakkan kaki di tempat yang bersejarah ini. Selain berkunjung, di Pulau Kemaro kelompok Modul Nusantara Segentar Alam juga melaksanakan kegiatan refleksi bersama Dr. Arif Ardiansyah selaku dosen dan mantan jurnalis. Kami berdiskusi tentang peran generasi muda dan kepedulian sosial.

Tempat terakhir yang menurut saya punya kesan tersendiri adalah dua museum ikonik di Palembang, yaitu Museum Sultan Mahmud Badaruddin II dan Museum Balaputradewa. Kedua museum ini menyimpan bukti sejarah kehidupan di masa Kerajaan Sriwijaya dari dulu hingga sekarang. Di kedua museum itu juga terdapat beberapa peninggalan.

Museum Sultan Mahmud Badaruddin II terletak di sebuah bangunan bersejarah yang dulunya merupakan kediaman resmi Sultan Mahmud Badaruddin II. Museum ini menawarkan sekilas pandang ke dalam kehidupan Kerajaan Palembang di masa lampau.

Arsitektur bangunannya yang megah mencerminkan gaya kolonial Belanda yang dipadukan dengan elemen tradisional Palembang, menciptakan suasana yang unik.

Di tempat ini, kami dapat melihat berbagai koleksi yang mencakup artefak kerajaan, senjata tradisional, pakaian adat, dan berbagai benda seni yang menceritakan kisah kejayaan dan kebesaran Kesultanan Sriwijaya di masa lampau hingga saat ini.

Satu lagi adalah Museum Balaputradewa. Di Palembang, museum ini adalah institusi yang kaya akan sejarah dan budaya. Sama seperti Museum SMB II, Balaputradewa juga menampilkan berbagai artefak dari masa prasejarah hingga era kolonial Belanda yang ada di Sumatera Selatan.

Salah satu daya tarik utama Museum Balaputradewa adalah replika rumah tradisional Palembang yang memberikan gambaran nyata tentang kehidupan masyarakat lokal di masa lalu.

Dari dua museum ini, sedikit-banyaknya saya dapat mengetahui hampir setiap hal yang ada di Palembang dulu hingga sekarang, mulai dari peradaban, kebudayaan, dan kebiasaan hidup sehari-hari.

Sub Modul Nusantara: Refelsi di Pulau Kemarau

Masih banyak tempat yang telah dan belum sempat saya kunjungi di kota ini. Rasanya seperti kemarin tiba di sini, namun rangkaian cerita yang kami tuliskan pun tak terasa sudah selesai.

Selalu bersyukur bisa merasakan setiap langkah dan momen yang tidak akan pernah orang lain rasakan. Menemukan teman baru, suasana baru, dan pengalaman baru di pulau seberang, berbagi dan menulis cerita baru dengan setiap orang di dalamnya.

Terima kasih Kota Palembang, Indralaya, dan teman-teman seperjuangan. Di tempat dan waktu yang dipenuhi kenangan bersama kalian, saya telah melalui begitu banyak momen berharga, dari tawa riang di tepi Sungai Musi hingga percakapan hangat di bawah kemegahan Jembatan Ampera.

Palembang dengan keindahan budayanya, dari lezatnya pempek hingga kekayaan sejarah di Bukit Siguntang dan Museum Balaputradewa, akan selalu menjadi bagian tak terpisahkan dalam pencarian jati diri ini.

Meskipun jarak akan memisahkan, kenangan manis dan pertemanan yang pernah terjalin di masa-masa PMM semoga selalu hidup dalam setiap hati dan pikiran setiap pemerannya. Terima kasih telah saling menguatkan selama perantauan.


Pojok Kampus: Punya keresahan yang ingin dituangkan dalam bentuk tulisan? Pengalaman, cerita unik, hal seru, atau informasi seputar kampus yang ingin disampaikan kepada publik? Atau ingin menyampaikan ide, opini dan kritik seputar dunia kampus? Yuk menjadi kontributor dan kirim naskah tulisanmu ke laman Pojok Kampus. Sebelum itu, sebaiknya kamu ikuti dengan seksama, teliti, dan hati-hati Panduan Kirim Tulisan dan Poin Kontributor di sekampus.com


Yuk terhubung dengan teman sekampus di sosial media
instagram: instagram.com/sekampuss
tiktok: tiktok.com/@sekampus

Ilham Gunawan
Ilham Gunawan
Halo! Perkenalkan nama saya Ilham Gunawan mahasiswa Pertanian Universitas Galuh yang berkelana ke Bumi Sriwijaya untuk mengikuti PMM 4 di Universitas Sriwijaya. Dapat disapa pada akun Instagram pribadi saya (@)ilhammgunawan
RELATED ARTICLES

Leave a Reply

Ramai Dibaca